About me

My photo
DKI Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Jesus Army ~ IE 2010 Trisakti ~ BYONIC B019 ~ PMFE USAKTI '11/'12 * Addict to Sharing * Men of Honor * Father & Brother for two of my sisters

Find Out (search)

Popular Posts

Tuesday, July 26, 2011

Melewati Badai Palawangan Sembalun, Mendapati Sunrise di Puncak Dewi Anjani - Rinjani

30/06/2011
Tekat telah menyatu diderap, pegunungan Rinjani asa tujuan kami selanjutnya, asa yang waktu itu tak sengaja terlontar pada obrolan kecil dipuncak Semeru, yang haru karena telah mencapai puncak Mahameru, saat itu seorang sahabat melemparkan ide candanya “..kemana lagi nih kita selanjutnya?” dengan spontan aku jawab : “Rinjani” dengan spontan kita semua saling menyaut jawab:..jadiii, ..oke, ..siap;”
Hingga kami terus melarut kebersamaan menyambut tahun baru 2010 yang penuh canda sambil berfoto-ria diantara gemuruh dan semburat asap Jongring saloka.

Lembayung Rinjani


Rindu yang dinanti telah dekat, cariel-cariel telah selesai terpacking, kami berlima sepakat berangkat, tanggal 22 Juli 2010 sore, setelah sekiranya persiapan dan peralatan telah siap, kami bertiga aku bersama Ade dan ray, usai berdoa dan tak lupa salam khas pendaki, kami berangkat mencegat kereta menuju stasiun jatinegara, waktu itu dua karibku, si Djoe dan Dana telah berada di dalam kereta ekonomi, mereka lebih dulu naik dari stasiun Senen, yang sempat mengewatirkan kita bertiga karena kereta telah jalan, hehehe.. peace my brader, Alhamdulillah pas tiba dan masuk stasiun jatinegara, kami melihat kereta ekonomi Surabaya sedang berangkat sedikit pelan, dengan terkejut kami langsung lari mengejar dan melompat masuk satu-persatu, segera kami mencari sahabat kami dan melihatnya ditengah gerbong, mereka berdua sedang duduk bermimik sedikit pucat,
dengan berguyon aku telepon si djoe sambil menghapiri :
gw: gimana.bro.??.  lalu terdengar jawaban 
Djoe: wahh gimana nih kereta sudah menuju bekasi ke arah Surabaya.??
gw: ya udah tunggu kita ajah di stasiun Surabaya ya.!
Djoe: lah masa sih.?? Gimana nih.. elo dah gw bilangin cepet-cepet. makanya??  dengan nada kesal ngak karuan deuh.. hihihi..
Lalu kami menghapirinya.. wkwkwkwk..  kena loh pada berdua.ya.!
Suasana kereta saat itu langsung gaduh dengan keakraban kami sementara si djoe dan Dhana kulihat pucat gembira.. soury ya bro.. kami kena macet jadi taxi langsung kami minta putar arah.. hihihi..
Begitulah dikarenakan rencana kami sebelumnya akan bertemu di Stasiun senen, dan sepanjang perjalanan kami penuh keramaian canda-canda yang kadang bernyanyi bersama mengikuti lagu yang di putar melalui hp, hingga menuju Surabaya dan dilanjutkan ke Banyuwangi serta menyeberangi, Bali, hingga Lombok NTB.
 
Tiga hari tiga malam perjalanan darat dan laut kami habiskan bercanda-ria dengan sahabat yang begitu penuh keakraban dan kebersamaan yang sesekali tidurpun tak pulas terlelap, dari Jakarta-Lombok, hingga akhirnya kami tiba dipintu masuk Sembalun Rinjani.
Setelah kami selesai mendaftar dengan membayar tiket masuk Taman Nasional yang sangat super murah, kami semua packing ulang muatan cariel dan daypack, karena kami sebelumnya mampir di pasar tradisional Ikmal untuk membeli kebutuhan logistik dan mengisi botol air yang berada dibelakang pos pendaftaran.
 Sunrise Palawangan Sembalun
Menapaki Sembilan Bukit Savana
Jam menunjukan pukul 12.28 WIT, karena jam telah kami putar lebih cepat dari waktu Indonesia Barat, setelah kami berdoa dan salam khas pendaki serta berfoto-ria dan mengabadikan pintu gerbang Sembalun, kami mulai melangkah menyusuri jalan beraspal sejauh kurang lebih 2km, sebelum menemui arah menuju sembilan bukit, cuaca saat itu sangat terik namun angin pegunungan sangat menyejukan.
 
Telah 1 jam kami lalui dibukit pertama yang mulai agak menanjak, kami sempatkan menjumpai masyarakat suku bayan, yang persis ada disamping kiri jalan berbatu kadas, terlihat seorang bapak tua dengan kopiah khas bayan dan seorang ibu muda serta seorang nenek yang tersenyum manis menatap.
“Assalamu’alaikum..” Kami semua mengucap salam sembari melepaskan carier disaung yang berada diluar jalan.,
“Waalaikum’salam.. mari kemari mampir nak”, jawab kakek dengan penuh keramahan,
Kami segera masuk halaman dan menjabat tangan beliau-beliau dengan tunduk.
“mari duduk dek’.. Mau naik ya nak”.. tanya pak tua mengisi obrolan lebih dulu, sambil mempersilakan kami duduk diserambi bertikar pandan beratap daun sirep dan berkayu hitam tua, dimana beliau sedang santai bersama keluarga..
“iya kek serentak kami menjawab bareng” ..
cukup lama kami mengobrol bersama beliau, sembari menghisap rokok dengan ceret air putih sangat segar dan cemilan yang kami letakkan untuk beliau, sementara Dhana memetik tomat bersama nenek untuk menambah cemilan selingan perjalanan, yang ditawarkan nenek sebelumnya dengan senyum manisnya, sedangkan sang ibu dan kakek sambil berbincang dan bercerita hal pegunungan rinjani, menyiapkan empanan ikan untuk diberikan kepada kami untuk memancing disana, yang berbahan dasar singkong parut lalu dibungkus daun pisang, agar kami sesampainya disana dipanggang terlebih dahulu.
Hari mulai sore dengan berat hati, kami pamit untuk meneruskan perjalan pendakian, karena sebelumnya kami diminta untuk tinggal menginap disana.
 “Terimakasih banyak ya kek, nek bu.. bukannya kami tak mau menginap dirumah kakek tapi kami ingin meneruskan pendakian” sambil kami menggenggam erat jabat tangan beliau.  Permisi.. Assalamu’alaikum..
 “Waalaikum’salam.. hati-hati diperjalanan ya nak’
“..iya kek..” sambil kami membenahi dan menggedong karier kebali lalu satu-persatu kami berjalan menyusuri jalan yang berdinding pepohonan berbunga.
Singgahi Keluarga Sasak
(buat sahabat yang lain kiranya kelak bila melewati kami mohon jangn sungkan-sungkan singgahi rumah keluarga beliu yang sangat ramah itu ya)
 
Jalan stapak berkerikil dalam hamparan savana ilalang menguning emas, terlihat pegunungan rinjani yang semakin menambah gebu rindu kami semua, kami terus berjalan menaiki menuruni perbukitan, hingga senja mulai memancar jingga dengan udara sejuk diantara lekuk-lekuk perbukitan, suara nafas kadang terdengar saat kami menaiki setiap perbukitan dan sering kali istirahat berseling canda sahabat.
Dalam perjalanan menyusuri sembilan bukit, kami berpas-pasan tiga orang pendaki, 1 wanita, dan 2 pria, pas dimana kami break tak jauh merekapun  juga rehat sejenak, mereka kadang melewati kami, saat hari mulai gelap kami break diantara stapak untuk masing-masing mengeluarkan senter sambil memakan makanan kecil, tak jauh beberapa langkah dari kami berjalan kami temukan pos 1, langsung kami berembuk lalu kami putuskan bermalam dan meneruskan perjalan esok hari. 
Setelah pasang 2 tenda, aku mencari air yang memang berada disekitarnya, kami segera memasak dan membuat teh dan kopi panas serta makan malam bersama dengan canda riuh sahabat, udara malam mulai dingin saat itu. 
Pagi hari yang cerah setelah kami sarapan begitu terasa nikmat, ya maklum seorang dari kami ada koki ahli masak-memasak yang tak kami ragukan My brader Djoe. Trimakasih masbro.. “you are sepecialis kuk my brader” dia yang selalu sering mengobrol bersama pendaki bule-bule internasional yang kadang berpas-pasan bertemu. Hehehe...
 
Setelah menikmati pagi dan packing, kembali kami meneruskan perjalanan menyusuri stapak sembilan bukit savana menuju pos 2, dimana pos 1 adalah bukit ke empat yang baru kami tempuh. Beberapa jam kemudian kami sampai di pos 2 yang tepat berada disamping jembatan, disana banyak pendaki Internasional sedang menikmati makan siang yang disiapkan para porter dan guide lokal, suasana begitu ramai kami sejenak instirahat bergabung, cuaca mendung yang tak lama hujan deras, kami semua berlarian menuju pos dan bersandar disamping karena pos penuh para pendaki yang berdiri, tak lama hujan reda kami kembali melanjutkan perjalanan dibawah gerimis.
Jalan menanjak searah punggungan berbatu, terjal seperti memberikan tantangan pada kami, jarak pandang terbatas yang terselimuti kabut tipis dinginkan suasana perjalanan, Ade berangkat lebih dulu sampai dipos 3, aku dan Ray usai melewati lembah dan melewati tebingan batu curam istirahat sempatkan mengambil gambar view n sedikit narsih.. sebagai bekal dokumen jejak perjalanan, sementara si Djoe dan Dana masih dibelakang kepayahan bergantian membawa salah satu carier yang sepertinya salah setting, hups..haa..hupp..haa.. Dhana setelah muncul dari tebing curam.. “berat bawa kukas nih”.. kata Dhana sambil membungkuk memegang kedua tumitnya.. hehehe… “sabar bro sedikit lagi sampe pos 3 kok.. hehehe..” ku jawab sambil kujepret si Dhana
Shelter Pos 3
Tak lama setelah bergabung berempat kembali kami teruskan perjalanan, dan ternyata dibalik batuan telah terlihat pos 3, sekitar 25meter, kami lihat disana Ade sudah sampai dan bersenda-canda bersama tim-tim pendaki lain yang sedang berkumpul dipos baik dari arah naek dan arah turun,  seperti “Tentara Akhir Pekan” yang sedang nenda, sebutan buat tim gabungan personal dari Jakarta dan 1 orang Surabaya, yang malam sebelumnya telah kenalan mampir dan ngupi bareng dipos 1 dengan canda2 khasnya mereka, seperti Paman Doblang, Syon Koboy, Arif Kangkung, Obeda Abedo, dan Rihie (nama pada akun Fb), Salam rimba salam lestari brader semua.
Hari yang telah senja tak terlihat oleh kabut yang sebentar-bentar hujan deras, suasana Pos sangat ramai para pendaki yang bergabung, baik pendaki Lombok, turis asing, para portel, kami semua menyatu dan bercanda ria, dan turispun ikut ambil bagian dalam kebersamaan, walau bahasa kita semua agak loding, sangat menambah riuh suasana, saat itu.
 
“Wah hari dah mau malam nih nyok kita terusin?” kata Djoe pada kami..
“Masih hujan gimana nih..? jawabku sekalian menawarkan pada temen-temen yang lain sambil melihat pendaki setempat yang sedang menyalakan kompor buatan sendiri dgn minyak tanah digantung dengan botol seperti infuse, sekalian menikmati hangatnya api tersebut.. hehehe..
“Dah nginap ajah dulu.??” kata syon sahabat tim Tantara Akhir Pekan yang telah nenda sebelumnya semalam dan sedang melipat kedua tangan diantara siku tumit, mengenakan jaket.
“mumpung belum kemaleman kita jalan ajah” Djoko menjawab obrolan, ingin segera mau cepat sampai di Palawangan Sembalun.
“Oke, kita siap-siap semuanya, kalo hujan reda kita langsung jalan, semuanya siap dan pakai jas hujan sekarang ya” jawabku.. bergegas mengambil jaket hujan didalam carierl.
 
Tak lama hujan sedikit reda dengan kabut masih memekat, “nyok kita jalan” bergegas semua berangkat dengan pamit kepada para pendaki lainnya, sementara tim tentara akhir pekan, membongkar tenda untuk berangkat segera meneruskan perjalan.
 
Basecamp Palawangan Sembalun
“Menjumpai Badai di tanjakan penyiksaan menuju Palawangan Sembalun”
 Arah langsung menanjak ditengah sisi punggungan perbukitan, jam menunjukkan pukul 17.00 sore, mentari tak kami temukan sejak pagi, hanya kabut pekat sebentar-bentar gerimis datang, terus menyusuri stapak menanjak yang begitu panjang dalam langit berkabut yang semakin pekat, satu jam terus berjalan hari mulai gelap gerimis terus menerpa dengan hitamnya langit, kami break sejenak menyiapkan dan menyalakan senter dan headlamp masing-masing, bersanding kanan-kiri lembah, tak begitu lama berjalan hujan semakin menderas, jalur stapak mengalir air turun bagai selokan sungai, cuaca semakin dingin, kami terus berjalan udara semakin dingin membekukan yang memaksa kami untuk terus berjalan,
“Woyy..” suara terdengar dari bawah dengan terlihat nyala beberapa senter bagai kunang-kunang searah dengan jalan kami, sebagian hampir mendekat,
“Ada yang memanggil” kata satu sahabat, yang tak jelas siapa yang berucap karena gelap dan hujan “jalan maju terus ajah soalnya tak ada tempat yang pas buat break disini..” jawabku pada sahabat, kami yakin bahwa tim dibawah itu adalah tim Tentara Akhir pekan yang berusaha merapat,
kami terus berjalan dalam siraman hujan dan dinginnya udara, sementara nyala senter dibawah mulai tak terlihat lagi, Ade, Dhana dan Doe terus berada didepan, aku dan Ray dibelakang yang semakin tertinggal, jaket hujan tertembus derasnya air hingga basah lepek.
Perjalanan saat itu terasa seperti sangat lama, saat hujan mulai mereda dengan udara yang semakin dingin,
Ray spontan berkata kepadaku :“..Break bro.. gw dah ngak kuat nih.. bilangin anak-anak bawain carierl gw nih.”,
“tenang ajah bro sedikit-dikit nanti juga sampe”.. jawabku menenangkan..
Ray : Wah kapan sampenya.. temen-temen ajah dah jauh.. ngak ada suaranya tuh.?” Sambil ray langsung duduk bersandar menidurkan diri, dibatu diantara daun-daun pohon cemara kecil,
gw: ya.. udah tenang ajah bro”.. sedikit lagi, dan jangan dipaksa melangkah, kita satu-dua langkah ajah”
aku sambil melewati ray dan duduk berdekatan tapi terlihat karena sangat gelap..
kumengerti sepertinya ray mulai terserang Hypothermia, kami berdua diam, cuaca hening dan gelap, 15 menit kemudian..
“Bro.bro..?” aku panggil ray agar jangan sampai tertidur,
“Iya.??.. Ray bersuara sepertinya benar telah tertidur sejenak..
“jangan tidur bro…ngemil ajah apa yang ada dulu” aku katakan pada Ray..
“Temen-temen ngak ada yang turun bawain carierl nih.” Ray mengharapkan agar ada yang membawa cariernya..
“dah pelan-pelan ajah jalannya.. dikit-dikit kita melangkahnya..” jawabku, yang aku sadari teman yang diatas memiliki fisik yang sama dalam kelelahan dan drop.. 
Beberapa saat berdua melangkah “tungguin ya bro.. gw mo ganti baju dulu..” kata si Ray..
“ya sudah ganti ajah dulu.. pelan-pelan nanti kita juga sampe kok” jawabku.. cuaca hujan badai mulai berhenti dengan suhu yang masih tetap dingin,
Setelah itu kami terus berjalana sedikit-dikit melangkah diantara batu-batu yang menajak 45derajat, cukup lama berjalan kami sampai dipalawangan dengan 1 tenda telah terpasang dan 1 tenda masih berserakan, mereka bertiga sedang ada didalam.
“dah segera masuk tenda tuh bro.. eh jangan pada tidur dulu ya” pintaku pada ray agar cepat istirahat berkumpul dengan temen yang sudah didalam, sementara aku segera membongkar carier dan cepat berganti pakaian diluar, lalu meneruskan menyelesaikan 1 tenda yang belum sempat terpasang.
Setelah tenda terpasang kami segera bereskan peralatan teman-teman yang yang bersarakan diluar, dan memasak air untuk the dan kopi panas, serta memasak makan malam seadanya. Sambil bersenda-canda diantara tenda yang berhadapan.
 Kehangatan Mentari pagi Palawangan Sembalun
Palawangan Sembalun Rinjani
Hari ke 3 pendakian, saat pagi mulai pancarkan terang, mentari masih enggan menyinari, ku terbangun dan keluar tenda bersama Ade menikmati pagi dengan kabut awan masih berlapis-lapis berarak pekat disela-sela jingga yang sempat muncul sekilas, lalu kabut kembali pekat dengan kubah rinjani yang begitu dekat dan megah berpayung kabut lebut.
 
Setelah beberapa jammentari memancar dan kami segera menjemur peralatan yang basah hujansemalam dan bergegas membongkar tenda kami kembali untuk rencana pindah dalam sisi palawangan mendekati mata air dan arah muncak, tak beberapa lama naek beberapa pemuda, dengan sejenak berisitrahat,
“wah sory masbro.. semalam ada yang ngedrop” kata salah satu crew tim Tentara Akhir pekan yang baru sampai dan duduk,
Rupanya kunang-kunang semalam adalah lampu senter mereka berusaha merapat, karena salah satu tak kuat meneruskan perjalanan akhirnya mereka dengan terpaksa menenda disela jalur penyiksaan yang sangat menguji kesabaran dan fisik kami semuanya.
 
Disela waktu packing bersama kami terjadi kembali perbendaan pendapat gue dan Joe :
Djoe: “bro.. kita langsung aja kedanau Segara anak untuk ngecamp disana.?”
Gue: “lah kok gitu.. masak kita ngak muncak?”
Djoe: “ngak pa-apa deh lain kali ajah.”
Gue: “ngak bisa.. kita semua harus muncak.. apa dikate nanti kita.. dah jauh-jauh dari rumah.. telah banyak waktu yang kita perjuangkan.. masa tinggal sedikit lagi ajah kita mundur?”
Djoe: ngak kenape deh.. soalnya kita dah cukup.. liat ajah tuh kabutnya masih tebal gitu.. belum angin diatas puncak sana noh..” sambil menunjuk puncaknya Rinjani yang masih tetutup kabut pekat, dengan angin disekitar kita sangat dingin dan tertungkup kabut..
Aku sadari, krisis mental ini akibat semalam terserang badai semalam yang hingga saat itu masih berkabut pekat, tapi kami juga tak ingin kehilangan momment dimana puncak telah sangat dekat dan mengoda kami untuk disinggahi.
Gue: “dah gini ajah ye.. lo djoe atau bertiga yang mau kedanau silakan tunggu kita besok dibawah ye, gue bersama Ade akan terus dan basecamp di Palawangan sebelah sana, mungkin nanti malam kita baru naek, dan turun besok pagi agak siang dan kita akan langsung kebawah nemui elo didanau segara mungkin besok sore ya gimana.?”
“Soalnya perjalanan kita ini jangan sampai ada yang ngak muncak sama-sekali, apa kata mereka nanti dirumah?” dan kita ntar malem muncak kan ngak perlu bawa cariel, cukup bawa air ajah apa beratnya.? Sambil aku tunjuk kami semua memandangi puncak Rinjani yang sebentar-bentar indah terlihat dengan kubah berkuncup kabut kesejukan. 
 
Mereka terdiam sambil meneruskan packingnya kembali..
Sementara tim tentara akhir pekan bersama kami berfoto dan bercanda-ria di area papan penunjuk arah dari besi bercat hijau bertulisan “Puncak Rinjani Sembalun” 
Ternyata kami semua kembali sepakat, untuk pindah kepalawangan sebelah selatan, bersama tim Tentara Akhir Pekan untuk mengambil kebutuhan air minum dan menyiapkan muncak malam hari.
 
Setelah sampai dipalawangan selatan Djoe dan Ade memasang tenda sedangkan aku bertiga Ray dan Dhana serta Obeda dari Tim Tentara Akhir pekan, menuju mata air untuk mengambil air kebutuhan memasak dan persiapan untuk muncak nanti malam pukul 2 malam, kami turuni lembah berpasir dengan pilar-pilar cemara yang sangat lebat dan hijau, udara sangat sejuk, air mengalir mengucur disela-sela batuan, sangat segar dan jernih, kami sempatkan disana bersenda-canda sambil berfoto narsih bersama dua bule pendaki internasional dan terus menikmati suasana kesejukan lembahnya.
 
Setelah bermain air kesegaran dan cukup ternikmati kami naek, untuk kembali ketenda yang disana telah terpasang tenda dan tersedia kopi dan teh hangat. Muantapp masbro.. hehehe.. 
Hembusan Baru Jari dipagi hari 
Saat hari mulai senja dan kabut masih pekat menyelimuti, berdatangan teman-teman pendaki lainnya dan bergabung disamping tenda berderet lurus mengikuti alur batuan menghadap ke arah danau, seperti dari yogya, tasikmalaya dan pendaki Internasional serta pendaki setempat lainnya.
Saat kami memasak sore suasana begitu sangat ramai menyatu diluar tenda kami salaing mengakrabkan diri dan berkenalan satu dengan yang lainnya sambil berceritera perjalanan sebelum tiba disitu dan pengalaman masing-masing, tak ketinggalan si bule cantiq Mahri Pendaki dari Jerman, yang begitu supel mebaur menyatu diantara kami semua, seperti ingin walau bahasa saling tak jelas dan saling menyimak, bila mahri bercerita, hanya si Djoe yang mudah berkomunikasi sementara si Mahri sendiri berusaha ingin mengerti bahasa Indonesia dengan sesekali riuh ramai dan lepas dalam canda kebersamaan.
 Kadang Mahri sering memperhatikan dan bertanya apa yang kami masak, karena terlihat aneh dengan santan diaduk-aduk dalam kompor, sesekali mau mencoba cemilan kering dari kami, ya kami sedang masak Ongol-ongol, ramailah suasana itu saat si Mahri coba mengeja bahasa Ongol-ongol yang pelan-pelan dan diarahkan oleh Doe. Hahaha.. haihai sister cantiq.. salam buat tim crew dinegerimu ya.. hehehe..
 Sunrise terkaca jingga
Keramaian canda-ria semakin terus berlanjut hingga pukul 8 malam, yang sembelumnya mencicipi masakan tim kami oleh master koki brader Djoe. muantap brader.. begitu hidup terasa kebersamaan itu dimana suasana yang tak akan terlupakan hingga hayat kami.

  
Keheningan terasa kabut terus menungkup tenda-tenda, aku terjaga dari tidurku dan kulihat jam telah menunjukan pukul 1 malam, segera aku buat teh hangat, setelah masak aku bangunkan sabatku, “wooyy.. pada mau muncak ngak.. dah setengah dua nih.?” dengan nada rendah dan yang lain mulai bangunkan tubuhnya dari sleeping bag.
Kami semua menikmati teh hangat dan menyemil ongol-ongol dan agar-agar yang telah dingin sambil menghisap rokoknya masing-masing, suasana diluar tenda tak beberapa lama kembali ramai oleh pendaki lainnya yang telah siap berangkat untuk kepuncak,
Djoe: “aku disini ajah deh jaga tenda..” yang terus mengamati kabut putih didepan tenda.
Gue: “ lah kok ngak naek? Gimana urusannya?” aku menegaskan pada Doe..
Ray: gue juga deh disini ajah” dengan alasan kerjaan dirumah karena liburnya takut tek terkejar.
Gue: “kan kita dah sepakat untuk muncak bareng?” jawabku
Dan aku terus membujuk dan mengharapkan agar mereka berdua mau bersama-sama berlima bareng ke puncak Rinjani yang sudah waktunya..
 Akhirnya aku, ade dan Dhana keluar tenda bergegas memakai sepatu bot masing-masing dengan senter dan peralatan lainya.
“Djoe danau keliatan tuh..” Dhana berteriak kepada Djoe yang masih berada didalam bersama Ray, dan memang kami samar-samar terliat danau dalam kegelapan malam.
Tak beberapa Djoe keluar sambil berkata ”..ya gw naek deh.”..
“wah kalo guw sendiri dalam tenda gue juga mending ikut naek.” Ray pun menimpalinya..
“Asyiikk.. muantapp dah..”  kami bertiga Ade dan Dhana..  senang akhirnya mereka djoe dan Ray berdua jadi ingin naek bersama kami, jam telah menunjukan pukul 3 malam, terlambat 1 jam dari rencana karena mereka yang lain telah berangkat muncak lebih dulu.
 
Kabut dingin terasa penuh kesejukan, semua memacu langkah stapak berpasir dalam kegelapan, terderap penuh warna dengan senter-senter bagai kunang-kunang merayap naik dicelah-celah bebatuan, aku tak melihat Djoe dan Dana sepertinya dimasih tak jauh dibelakang, segera kutunggu,  sementara Ray dan Ade terus memacu langkah mengimbangi pendaki Internasional Mahri berserta Tim Crewnya,  aku tak tahu jumlah mereka yang begitu banyak karena juga bersama pemandu yang mereka telah sewa.
 
Aku kembali turun sedikit, ternyata kawanku Djoe dan Dana sedang mengganti batrai kamera yang telah rest terpakai hari sebelumnya sambil berjalan naek,
“sory bro.. kamera gw pegang sini.. biar nanti kita bawa dan oper-operan pada teman yang lebih dulu sampai muncak dan InsyaAllah kita temukan Sunrise?” pintaku pada Djoe.
“Oke hati-hati ya.?” Djoe menyerahkan kamera, padaku sambil berjalan naek bersama, setelah kamera tergenggam ke taruh di tas kecil samping pinggang, dan aku terus melangkah mengejar Ade dan Ray dalam kegelapan, sementara si Dhana dan Djoe terus berjalan dengan Headlamp hingga tak terlihat lagi dibelakang karena suasana gelap diantara cekungan batu berpasir.
 Edelweis Menguning Emas diPuncak Rinjani
30 menit kemudian aku sampai dibibir pungung arah muncak disana Ade dan Ray sedang baru sampai pula bersama para Tim Crew Mahri,
“..gimana bro siap ya.?.” aku berkata kepada Ray yang sebelumnya tak siap muncak.
“pelan-pelan ajah ya bro.?” Jawab Ray kepada kami..
“siip.. tenang ajah bro.. InsyaAllah kita semua sampai atas” jawabku.
“nyok kita jalan sedikit-sedikit” Ade berkata sambil meneruskan menaiki punggungan diantara jurang Segara anak yang sedikit terlihat dan gelap, dan akupun bersama Ray dibelakangnya.
 Ufuk memendar Jingga
Stapak menuju Puncak Rinjani
Kami semua terus berjalan berderet satu arah dalam pancaran sinar rembulan purnama yang sangat benderang hingga stapak jalan terlihat, “bro.. kita matiin ajah senternya.. jalan kelihatan tuh..lampu senter bisa membuat jadi silau..” kataku pada Ade dan Ray, yang kemudian kita bertiga terus berjalan menuju puncak tanpa nyala senter, begitu terasa ternikmati perjalanan saat itu.
Angin terus menghempas dengan kencang membekukan tubuh hingga menggigil, aku didepan lebih dulu, namun begitu kami memasuki zona badai sebelum puncak, aku hentikan langkah sesaat menunggu Ade dan Ray, begitu mendekat, “Bro.. bawa nih kamera.. duluan ajah.. jangan sampai kalah cepat sama matahari nantinya..” sambil aku serahkan kamera pada sahabat Ade yang selalu aku yakin dan pecaya kecepatan langkah dia, sementara Ray terus membayangi langkah Ade kepuncak.
Ku kenakan jaket yang ada dalam daypack yang aku bawa, dengan posisi melawan angin yang begitu kencang dan dingin dengan jemari yang keram, sesekali pendaki internasional melawatiku.
Setengah jam kemudian ufuk timur sebelah kiri mulai membias biru unggu memendar segaris halus berjingga tipis, wah seperti mentari mulai memberi tanda kehadirannya, jiwa terus melangkah dalam hempasan angin kabut yang kadang kuterhenti mengambil gambar moment indahnya warna langitNya, sementara Ade dan Ray Telah sampai dipuncak Dewi Anjani Rinjani lebih dulu, dengan tunduk  dan tafakur puja-puji syukur atas segala karunia dan nikmatNYA.
Mata Langit Membias Indah
ShubhanaAllahu, Walhamdulillahi’robbal Alamin,. akhirnya kami semua sampai dipuncak satu persatu dengan disambut setitik terang jingga diufuk membias kabut dalam anginNYa.
 
Setelah cukup kami nikmati suasana diorama yang sangat indah dan berfoto-foto bersama tim pendaki lainnya, juga kami berkesempatan ngopi bareng dipuncak bersama tim pendaki ITB Bandung, Arif Kangkung Surabaya yang bergabung dengan Tim Tentara Akhir pekan, juga berfoto bersama dengan Tim pendaki internasional seperti Mahri gadis jerman itu.. hihihi.. narsih dikit, yah lumayan buat kenangan masbro.. hehehe…
 
Peace My Brother's..
Setelah temen-temen turun dan pendaki lainpun naik setelah sampai diatas dan berfoto semua pada naek, kami turun belakangan sembari berfoto view-view keindahan AlamNya, yang kami temukan sepanjang penjalanan turun dari puncak, sembari bersenda-canda bersama Tim Tentara Akhir Pekan. Begitu terasa berkesan dan tak ingin cepat-cepat meninggalkan keindahan AlamNYa dipuncak Rinjani.
 Purnama Dibarat Segara Anak Rinjani 
Senja yang menghilang gulita kembali hadir, usai menuruni puncak dan berkemas dan melanjutkan turuni tebingan kami sampai didanau Segara anak malam harinya, dengan bintang bercemerlang terpendar dengan kadang kami temukan berjalan menembus semesta rayaNYa.
 
Tepian Segara Anak” 
Rebah mendingin diujung danau Mu
lirih gesekan daun dengungkan sepoi ritme Alam
memagar sejajar batang pepohon
rimbun bersimpuh basah berembun
setubuhi pelukan kabut malam
disemak merumput
diantara tenda berwarna
diam dalam dekapan tenteram
Raga bergetar...
Kagum ditengah hamparan karya_NYA
kapala tertunduk...
Kami sulam rayuan do'a
pada Mu...,Pemilik Alam 
(By:Ade Hermawan)
Begitulah kami nikmati setiap jejak-jejakNYa, memancing, mandi air panas dan lain-lain, 2 hari 2 malam kami semua menyatu diantara tenda-tenda sahabat, didanau Segara anak, kami habiskan penuh canda dan kagum atas keindahan salah satu Maha KaryaNYA, atas keagunganNya.
 
Ir Terjun Sendang Gile Senaru-Rinjani
Setelah itu kami kembali pamit untuk turun lebih dulu pada Tim Tentara Akhir Pekan dan pendaki setempat, menaiki kearah Senaru untuk menikmati dan mandi di Air terjun Sendang Gile, yang tepat dikaki pintu turun Senaru, lalu bermalam dan serta kami sempatkan menikmati mentari tengggelam dan sunrise di pulau Gili Trawangan yang sangat menakjubkan.
Terimakasih kepadaMu Ya Allah, telah Tercurah RahmatMU selalu untuk kami semua, Amiin
Terimakasih buat karibku semua Tim Menteng Ade, Doe, Ray dan Dhana
Terimakasih kami buat seluruh Crew Tim Tentara Akhir Pekan dan Arif Kangkung, salam rimba brader's
Terimakasih juga atas kebersamaan dari semua Tim ITB-Bandung, Tim Tasikmalaya, Tim Pajar, Tim Fransisca-Sulawesi, Tim Warga Lombok, Tim Mahri pendaki Internasional, kepada semuanya yang belum tersebutkan kami, khususnya pengolala Taman Nasional Rinjani dan lain-lain, serta trimakasih atas doa dan dukungan dari rekan-rekan semua, semoga kita semua sehat dan bahagia selalu serta dalam sukses dimanapun kita semua berada, amiin..
Lombok I Love You..
salam rimba salam lestari

No comments:

Post a Comment